Dari tiga jenis penghinaan tersebut, Isnur berpendapat penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara menjadi perhatian bersama karena tidak diatur delik aduan melalui sarana teknologi informasi (Pasal 354 RKUHP).
“Hal lain seperti teknis penyesuaian dalam bentuk kodifikasi terhadap tindak pidana di luar KUHP juga belum secara komprehensif diatur, seperti harmonisasi dengan UU ITE, UU TPKS, dan lainnya,” ucapnya.
Isnur meminta Tim Perumus RKUHP, pemerintah, dan DPR terlebih dahulu membuka luas pembahasan RKUHP dan tidak mengesahkan RKUHP tanpa ada partisipasi bermakna publik.
Dia menilai pemerintah tidak merespons terkait permintaan penghapusan pasal-pasal yang bertentangan dengan misi RKUHP untuk melakukan dekolonialisasi.
“Mengingat isu-isu krusial dalam RKUHP yang begitu banyak namun disimplifikasi pada 14 isu krusial versi pemerintah, serta ketidakjelasan durasi waktu dan target pembahasan RKUHP, Aliansi Nasional Reformasi KUHP menolak pengesahan RKUHP apabila tanpa pembahasan yang transparan dan ada partisipasi publik yang bermakna,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Eddy menyatakan pemerintah tak mau RKUHP menjadi seperti Undang-undang Cipta Kerja yang mengandung banyak kecacatan. Atas dasar itu, pemerintah kini lebih jeli dalam merumuskan RKUHP sebelum dibawa ke DPR untuk dibahas dan disebarluaskan kepada publik.