“Hukum itu akhirnya di tangan hakim. Jadi, kalau ini nanti dibawa ke pengadilan baik ke MK maupun MA itu pemaksaan perubahan konstitusi, apalagi misalnya memaksakan dengan dekrit, artinya melanggar sumpah, melanggar konstitusi,” kata Jimly lagi.
Dia mengingatkan, amendemen terhadap UUD 1945 tidak masuk akal jika dilakukan untuk kepentingan mengubah lamanya masa jabatan presiden. Sebab, perubahan UUD idealnya diperuntukkan bagi kepentingan besar dan jangka panjang.
Dia mencontohkan amendemen UUD untuk menghidupkan kembali garis-garis besar halauan negara (GBHN).
“Itu saja enggak mungkin sekarang ini. Apalagi untuk urusan kepentingan jangka pendek atau memperpanjang kepentingan sendiri,” ujarnya.
“Tidak masuk akal dan tidak mungkin. Kalau dipaksakan bisa ribut. Karena itu berarti pengkhianatan kepada negara,” tegas Jimly.