Apa yang dilakukan Jokowi dinilai Arif sebagai suatu hal yang wajar. Menurutnya, ekspresi kemarahan yang ditunjukkan seorang pemimpin merupakan simbol politik.
Cara itu digunakan untuk menunjukkan sense of crisis, agar mudah dipahami publik. Upaya itu lebih mudah menarik simpati, ketimbang seorang pemimpin, misalnya, menunjukkan citranya lewat menyusun kebijakan publik.
“Politik kita memang menyediakan banyak panggung untuk bisa diakses secara mudah oleh publik sebagai bahasa yang lebih mudah dimengerti. Jadi, kalau Presiden marah, itu, kan, ekspresinya terlihat,” kata dia.
Selain itu, menurut Arif, ekspresi kemarahan Jokowi juga bisa dibaca sebagai tekanan kepada mitra koalisi. Hal itu juga pernah dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu pernah mengingatkan para menterinya agar fokus bekerja untuk pemerintahan, bukan partai politik.
Serupa dengan SBY, Jokowi, ucap Arif, juga pernah melakukan hal serupa. Padahal, ekspresi kemarahan itu, tak sejurus dengan perbaikan kinerja. Sebab pada prinsipnya, perbaikan atau evaluasi kinerja pemerintahan bisa dilakukan dengan kinerja optimal.