Menurutnya, jika KIB pada akhirnya berkompromi dan mencalonkan salah satu kader partai, salah satunya Airlangga, menaikkan elektabilitas figur menjadi pekerjaan rumah besar.
Ia berpendapat mesin partai dan calon wakil presiden adalah faktor sekunder dalam keterpilihan presiden.
“Suara mesin partai itu adalah faktor sekunder, elektabilitas sosok itu dalah faktor primer. Jadi ketika elektabilitas sosok yang diajukan rendah walaupun mesin politiknya kerja, itu tidak akan mampu untuk menutupi,” ujar Yunarto.
Yunarto mengungkapkan tak ada sosok cawapres yang mampu mendongkrak capres dengan elektabilitas yang rendah. Ia mengatakan ‘magnet utama’ dalam pilpres adalah sosok capres itu sendiri.
Namun, Yunarto tak sepakat dengan Idil soal potensi gejolak di internal Golkar. Menurut dia, perpecahan di tubuh Golkar yang beberapa kali terjadi bukan disebabkan pencapresan.
Ia menyinggung soal perseteruan antara Abu Rizal Bakrie dengan Agung Laksono yang justru bukan berkaitan dengan pencapresan kader.
Sementara itu, hasil perolehan suara Golkar di tengah gejolak internal itu tetap menduduki tinggi. Yunarto menilai, berdasarkan sejarah, Golkar adalah partai yang fleksibel dan tidak bergantung pada figur atau tokoh tertentu.