Kondisi demikian, kata Bamsoet, bisa membuat pelaksanaan Pemilu tidak dapat diselenggarakan sebagaimana mestinya sesuai perintah konstitusi. Dampaknya, tidak ada Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih sebagai produk Pemilu.
Karena itu, Bamsoet mempertanyakan dalam kondisi itu siapa pihak atau lembaga mana yang memiliki kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan bahaya untuk menunda pelaksanaan pemilihan umum.
“Bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika pemilihan umum tertunda, sedangkan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, anggota-anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis?” tanya dia.
Bamsoet menilai permasalahan tersebut belum ada jalan keluarnya. Karenanya, kondisi ini diharapkannya memerlukan perhatian yang sungguh sungguh.
Ia menyinggung masa sebelum perubahan Undang-undang 1945, MPR masih bisa menetapkan pelbagai keputusan untuk melengkapi kevakuman pengaturan di dalam konstitusi.
“Sesuai amanat ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD, sebagai representasi dari prinsip daulat rakyat, maka MPR dapat diatribusikan dengan kewenangan subyektif superlatif dan kewajiban hukum untuk mengambil keputusan atau penetapan yang bersifat pengaturan guna mengatasi dampak dari suatu keadaan kahar fiskal maupun kahar politik yang tidak dapat diantisipasi dan tidak bisa dikendalikan secara wajar,” katanya.