Selain itu, lanjut Faozan, jati diri pemikiran ideologi Bung Karno bisa dibaca dengan gamblang dalam buku Sarinah (1963).
“Dalam cita-cita politikku, Aku ini nasionalis. Di dalam cita-cita sosialku, Aku ini sosialis. Di dalam cita-cita sukmaku Aku ini sama sekali ‘theis’, sama sekali percaya kepada Tuhan, sama sekali ingin mengabdi kepada Tuhan,” ungkap Faozan lagi.
Dengan demikian, Sukarno adalah seorang muslim sejati, bahkan diakhir hayatnya ingin jenazahnya ditutupi dengan bendera Muhammadiyah. Malahan di Muktamar 50 tahun Muhammadiyah di Jakarta pada tahun 1962, Bung Karno mengatakan namanya jangan dicoret jadi keanggotaan Muhammadiyah.
Dia berkata: “Sekali Muhammadiyah tetap Muhammadiyah. Anehnya, ketika saya sudah menjadi presiden saya tidak dimintai iuran lagi,” kata Faozan menirukan ucapan Bung Karno.
“Dan, ketika tahun 2012 Bung Karno telah menganugerahkan gelar sebagai Pahlawan Nasional, dengan sendirinya Sukarno telah dinyatakan memenuhi syarat setia, dan tidak mengkhinati bangsa dan negara yang merupakan syarat penganugerahan gelar kepahlawanan,” kata Faozan Amar.