“Jadi kita disesatkan oleh data itu yang disampaikan di sebuah channel youtube–yang saya yakin tidak volunterism seperti kita tapi ada biayanya– Dan dengan itu kita sudah ditunjukkan logical fallacy, seakan-akan karena yang mengatakan seorang Menko maka itu bisa dianggap benar, itu kan logical fallacy,” tuturnya.
Oleh sebab itu, Bivitri menyebut klaim big data tersebut masih bisa diperdebatkan. Ia pun mengingatkan agar masyarakat tidak menerima klaim semacam itu begitu saja.
“Jadi tidak selamanya klaim mayoritas, apalagi mayoritasnya netizen dan klaimnya bisa diperdebatkan itu bisa digunakan untuk menginjak-injak konstitusi. Karena itu kita harus bergerak bersama-sama supaya jangan dibodoh-bodohi terus,” kata pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera tersebut.
Sebagai informasi, sebelumnya, Luhut mengklaim big data berupa 110 juta percakapan di media sosial mendukung usulan penundaan pemilu yang disampaikan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin pada akhir Februari lalu.
Dari jumlah dukungan itu, Luhut juga menyebut di antaranya termasuk pada pemilih Partai Demokrat, Gerindra, hingga PDIP.