Dia mengaku merasa senang saat masuk Universitas Paramadina diperlihatkan pertama kali adalah perpustakaannya. Menurut dia, ini menunjukkan tradisi intelektual dengan membaca buku.
“Saya sangat senang bertemu dengan teman-teman mahasiswa karena ini menunjukkan bahwa tradisi intelektual para pendiri Bangsa itu dibangun dengan membaca buku. Buku sebagai jendela dunia, sebagaimana dalam tradisi intelektual Soekarno,” ungkap Hasto.
Dengan membaca buku inilah, kata dia, mempunyai imajinasi akan masa depan.
“Sebagaimana Cak Nur lakukan, kemudian membukukan dalam berbagai problematika rakyat bangsa dan negara. Sehingga pada tahun 70-an beliau begitu visioner mengatakan, bahwa Islam yes partai Islam no. Ini merupakan gambaran dari pemimpin visioner,” ungkap Hasto.
Karena itu jika dikaitkan dengan pemikiran atau tradisi intelektual Soekarno, maka selalu berpikiran keluar dan bukan lagi bertikai dan hanya ribut antar sesama anak bangsa. Sehingga tercetuslah soal Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang memikirkan menghapuskan kolonialisme.
“Setelah KAA, lalu ada Perempuan Asia-Afrika, ada Dokter Anak Asia-Afrika. Karena Soekarno ingin anak-anak Indonesia tidak stunting tingginya 170 cm maka ada buku Mustika Rasa, memikirkan kecukupan gizi bagi Indonesia. Lalu ada mahasiswa Asia-Afrika,” ungkap Hasto.