“Tiga tokoh ini sama-sama tidak memiliki kekuasaan penuh terhadap Parpolnya, artinya jika terjadi guncangan di internal, bukan tidak mungkin terjadi gejolak yang dapat menghentikan langkah ketiganya sebagai ketua umum,” ujarnya.
Kendati demikian, Dedi menilai, kans penundaan Pemilu 2024 tidak sepenuhnya hilang. Mengingat situasi politik cenderung dinamis dan memungkinkan adanya perubahan.
Apalagi pada pemerintahan Jokowi yang kedua ini, partai koalisi sangat mendominasi ruang kekuasaan. Karenanya, ia menila peluang amandemen UUD 1945 untuk memperpanjang masa jabatan presiden masih tetap ada.
“Celah tetap ada mengingat pemerintahan kali ini mendominasi ruang kekuasaan. Tetapi jika tidak mendapat restu dari Parpol dominan, terutama PDIP dan Gerindra, tidak akan terjadi penundaan,” tuturnya.
Hanya saja, Dedi menilai, ongkos untuk mendukung wacana penundaan pemilu terlampau besar bagi kedua Parpol tersebut. Gerindra menurutnya, dapat kehilangan momentum untuk mengusung Prabowo sebagai Capres apabila Pemilu 2024 harus diundur selama 2 tahun.
“Jadi memang sudah kehabisan jalan untuk meneruskan wacana,” jelasnya.