Memimpin Partai Golkar di masa injury time, Airlangga Hartarto mampu bekerja dalam senyap, membangun tim yang solid. Ia berhasil mematahkan pandangan pesimis dan skeptis segelintir kalangan, akan masa depan Golkar.
“Kondisi Partai Golkar saat awal dipimpin Airlangga seolah menjadi partai “zombie”, mati tidak hidup tidak,”kata Tubagus Alvin H, Direktur Indonesia Network Election Survey (INES), Jumat (16/8).
Tubagus menyebut, kondisi Golkar bisa dikatakan tidak kondusif pasca Pilpres 2014. Terjadi perpecahan internal, dualisme kepengurusan yang saling klaim dan aksi saling pecat yang membuat Golkar seolah hanya berkutat pada persoalan internalnya saja.
Sengkarut itu sempat mendapat titik terang dengan terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketum di 2016. Tapi, belum lama berlayar di laut yang tenang, badai kembali datang.
“Perahu Golkar kembalil oleng saat Novanto ditahan terkait kasus korupsi pada 2017, disusul dengan terjeratnya kader-kader sentral lainnya dalam kasus hukum,” ujar Tubagus.
Kondisi itu membuat banyak pihak pesimis. Kalangan pengamat bahkan para kader Golkar sendiri banyak yang tak yakin Golkar mampu bangkit untuk menghadapi Pemilu 2019.