Ia mencatat sejumlah kasus kekerasan yang dialami oleh PRT berdasar data Jala PRT, telah terjadi 1.635 kasus multi kekerasan berakibat fatal, 2.031 kasus kekerasan fisik, 1.609 kasus kekerasan ekonomi. Situasi ini dipahami oleh PDI Perjuangan, karena sebagai partai ideologis, PDI Perjuangan memiliki tugas mengawal dan melindungi warga negara, khususnya perempuan dan wong cilik.
Sri Rahayi menjelaskan sejak awal, PDI Perjuangan menjadi salah satu pengusung RUU PPRT, hal ini terlihat dalam sejarah perjalanan RUU PPRT, bahwa pada tahun 2001 ketika Ibu Megawati sebagai Wapres bersama-sama Menakertrans (Jacob Nuwawea) dan MenKPPA (Sri Rejeki) menetapkan Kepmen Bersama tentang PRT mendapatkan hak libur hari Minggu sebagai respon dari draft RUU PPRT usulan Jala PRT dan Rumpun Tjut Nya’ Dien Yogya. Kemudian, tahun 2004, RUU PPRT diusulkan oleh FPDI Perjuangan di DPR RI. Pada tahun 2010, RUU ini masuk ke dalam Prolegnas, selanjutnya dibahas di Panja di Komisi IX.
“Pidato kebudayaan Ketua Umum Ibu Megawati Soekarnoputri, pada peringatan Hari Perempuan se-Dunia, tgl 8 Maret 2015 yang lalu juga mengingatkan bahwa …”perempuan Indonesia agar bersatu memperjuangkan nasibnya, dalam konteks perjuangan kemanusiaan, atas kemerdekaan, kesetaraan, dan kebersamaan di ranah politik, sosial dan ekonomi. Semangat kepeloporan kaum perempuan sangat penting, sebab bagaimana kita bisa mencapai masyarakat adil dan makmur, apabila dalam contoh kehidupan sehari-hari saja, kaum perempuan justru semakin terpinggirkan.”…,” ungkapnya.