Ia mengaku semua kewenangan perizinan pertambangan ditarik ke pusat, sehingga pemerintah daerah tak mendapat ruang bahkan untuk pengawasan.
“Semestinya pengawasan harus terintegrasi. Provinsi diberi kewenangan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. DPR harus memikirkan itu,” kata Isran.
Dia menambahkan, dulu sewaktu masih menjadi bupati di Kutai Timur semua persoalan tambang galian C diserahkan kepada camat agar semua bisa terkontrol dengan baik.
“DPR mestinya memikirkan aturan, agar negara tidak dirugikan dan masyarakat juga dapat manfaat dari pengelolaan tambang ini,” kata dia.
Sebagai informasi, persoalan tambang di Benua Etam ini bukan ihwal baru. Menukil data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim menyebutkan total luas izin tambang mencapai 5.137.875,22 hektare atau sama dengan 40,39 persen daratan provinsi ini.
Masifnya izin tambang di Kaltim ini juga mengakibatkan persoalan lain seperti lubang bekas tambang.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebut ada 1.735 lubang bekas tambang batu bara menganga di Kaltim. Ribuan lubang itu tersebar di berbagai kabupaten/kota di Kaltim. Bahkan gegara itu pula 40 nyawa melayang. Masih dari Jatam, kasus itu sudah berlangsung sejak 2011 hingga 2021.