Koster pun menyatakan apresiasi dan terimakasih atas dukungan dari Arimbawa dan Ketua Umum DPP Hanura Oesman Sapta Odang yang saat itu merestui mengusung pasangan yang dikenal dengan nama KBS (Koster Bali Satu) tersebut.
Koster sendiri mengaku tiga tahun ini serius menata Bali. Namun diakui pula bahwa tidak mudah menggolkan Perda dan Pergub dengan kearifan lokal Bali. Dicontohkannya soal Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat ataupun Pergub Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Destilasi Khas Bali.
“Astungkara Perda dan Pergub yang sangat sulit secara politik, di kementerian tidak diterima, akhirnya bisa diterima. Seperti Perda Desa Adat hampir tidak disetujui, akhirnya saya turun langsung. Demikian pula soal arak hampir tidak disetujui.” jelas gubernur yang pernah menjadi guru les bimbingan belajar di ibukota ini.
Bali, kata Koster, adalah pulau kecil. Sumber daya terbatas, tidak seperti daerah lain yang punya tambang, minyak, gas dan lain-lainnya yang bisa menjadi resources sumber daya. Kita tidak punya,” kata Koster
“Tapi Bali punya nilai kebudayaan, tradisi, seni, dan budaya yang luar biasa. Tidak ada yang mengalahkan di dunia. Jadi Bali harus survive di situ,” urai gubernur alumnus ITB ini.