“Dengan adanya dialog terbuka bersama forum parlemen se-Asia Tenggara, saya mengharapkan ada kepastian dari negara-negara tujuan PMI agar polemik ini tidak berkelanjutan. Karena selama ini, pemerintah kesulitan apabila ada warga negara yang menjadi korban untuk memberikan perlindungan,” ungkap dirinya.
Ia mengatakan, isu perlindungan PMI dan TPPO harus menjadi perhatian internasional. Pasalnya, korban PMI akibat kekerasan dan TPPO kerap bertambah. Sebagai contoh, seorang PMI asal Banyuwangi, Jawa Timur, yang bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) menjadi korban tindak kekerasan dan eksploitasi di Malaysia oleh majikannya. Tak hanya itu, sebanyak 20 orang WNI menjadi korban perdagangan manusia atau TPPO di Myanmar dengan modus tawaran pekerjaan.
“DPR RI juga akan mendorong peningkatan kesadaran akan hak asasi manusia pekerja migran Indonesia melalui kampanye dan program edukasi yang dilaksanakan bersama oleh negara-negara ASEAN,” tegas Puan.
Menyoroti banyaknya perempuan dan anak yang menjadi korban perdagangan manusia, ia akan konsisten menghimpun dukungan negara-negara ASEAN agar memberi perhatian besar. Hal tersebut menjadi penting lantaran isu perempuan turut masuk dalam agenda internasional yang harus dikerjakan bersama-sama.