“Itu setruman-setruman itu banyak sekali, ini media sudah banyak yang disetrum. Tempo, Kompas, Media Indonesia pasti,” ujar pria kelahiran Yogyakarta itu.
Hasto mengatakan berbagai pihak yang tidak setuju terhadap penggunaan hak angket berlindung di balik prosedural agar wacana itu gagal.
Misalnya, kata dia, para penolak angket menyarankan pihak yang mengusulkan hak parlemen itu memakai laporan ke Bawaslu terhadap kecurangan pemilu 2024.
“Inilah yang kemudian wajah populis yang ternyata berlindung di balik kata-kata demokrasi prosedural silakan ajukan ke polisi silakan ajukan ke Bawaslu ini, kan, demokrasi prosedural tetapi dalam substansinya sudah tidak ada lagi demokrasi kedaulatan rakyat itu. Maka, opsinya bagaimana politik sebagai opsi, tetapi syaratnya harus muncul,” kata Hasto.
Hasto mengatakan langkah intimidasi sebenarnya sudah dirasakan PDI Perjuangan yang mulai berbeda jalan dengan penguasa pada pemilu 2024.
Hasto menyebut 54 persen kepala daerah yang berasal dari PDI Perjuangan mengalami bentuk intimidasi pihak tertentu dengan memakai instrumen hukum.
“Kami punya 54 persen kepala daerah, digencet semuanya. Caranya, kepala dinasnya dipanggil dulu atas persoalan hukum. Lalu itu dijadikan instrumen untuk menekan,” katanya.