Bagi Demokrat, ini merupakan bentuk konsistensi sikap sejak menyampaikan pandangan serupa pada Paripurna 2020. Saat itu, FPD juga walk out dari ruang sidang sebagai bentuk penolakan atas disetujuinya RUU Cipta Kerja yang dianggap bukan hanya cacat secara formil, tetapi juga materil.
‘’Waktu itu kami tolak karena UU Cipta Kerja dibuat tergesa-gesa, tidak ada kegentingan yang membuatnya harus dibuat tergesa-gesa. Undang-undang ini juga berpotensi memberangus hak-hak buruh, prinsip keadilan di dalamnya juga harus dipertanyakan, dan proses pembahasannya kurang transparan dan akuntabel,’’ kata Hinca.
Akhirnya, kata Hinca, sikap kritis Partai Demokrat terbukti. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan hasil uji materiil (judicial review) atas UU Cipta Kerja ini, sebagai “inkonstitusional bersyarat”. Putusan MK ini mengonfirmasi pandangan dan sikap Demokrat.
Ditambahkan, lahirnya undang-undang kontroversial ini mencerminkan kurang baiknya tata kelola pemerintahan. Terbukti, UU Cipta Kerja prosesnya dilakukan grusa grusu, terburu buru dan kurang perhitungan. Sehingga tidak mengherankan, jika Mahkamah Konstitusi akhirnya menyatakan UU Cipta Kerja sebagai produk yang inkonstitusional.