“Karena kalau kita bicara big data di media sosial itu gampang direplikasi ulang,” kata Ismail.
Dalam acara diskusi yang sama, Dosen UIN Malang, Syahril Siddik mengatakan bahwa isu penundaan Pemilu 2024 berpotensi menciptakan polarisasi di masyarakat.
Saat ini, kata dia, polarisasi warisan Pilpres 2024 lalu masih membekas. Apabila Pemilu 2024 benar-benar ditunda, maka polarisasi yang pro dan kontra terhadap Presiden Jokowi berpotensi semakin tajam.
“Di grass root sangat runcing. Jadi menurut saya, demi kesehatan proses demokrasi di Indonesia itu, pemilu tetap harus diadakan,” kata Syahril.
Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim tak sedikit warga yang mendukung Pemilu 2024 ditunda. Alasannya, tidak rela uang ratusan triliun dipakai untuk Pemilu ketika pemulihan ekonomi pascapandemi masih berjalan.
Dia mengaku telah mendapat aspirasi warga berdasarkan big data yang merekam aktivitas di media sosial. Luhut mengklaim data diambil dari 110 juta orang di media sosial. Akan tetapi, dia enggan membukanya kepada publik.
(dmi/bmw)