“Ingat teori yang ditulis Yusril itu cuma untuk memberi pembenaran pseudo-ilmiah. Hukum yang final ada di tangan hakim,” tutur Jimly yang sempat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden tersebut.
“Ketika Presiden GD [Gus Dur] buat dekret bubarkan DPR dan Golkar, logika yang dipakai juga seperti yang diuraikan Yusril, tapi sesudah dibawa ke pengadilan, MA tegas menyatakan dekret tersebut melanggar hukum dan MPR memberhentikan Presiden atas dasar itu. Maka, parpol-parpol jangan menjerumuskan Presiden untuk agenda politik masing-masing,” sambungnya.
Sebelumnya, tiga petinggi partai politik yakni Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, telah menyampaikan keterangan publik agar pemilu 2024 ditunda dengan alasannya masing-masing.
Hal itu lantas menuai protes keras dari sejumlah kalangan termasuk tokoh publik, organisasi masyarakat dan partai politik. Satu di antara banyak kritik diutarakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2013-2015, Hamdan Zoelva.
Hamdan menilai penundaan pemilu dapat merampas hak rakyat dan merupakan pekerjaan yang sangat rumit.