“Sebelum-sebelumnya kan prosesnya selalu enggak smooth, ada sisa-sisa rivalitas, sisa-sisa konflik politik. [Misal] dari Gus Dur ke Megawati, Megawati ke SBY, nah waktu SBY ke Jokowi ada transisi di istana. Mungkin ini (pemberian julukan) tradisi baru yang ingin dibangun Pak Jokowi, [sebagai] penghormatan,” jelasnya.
Ihwalnya, Bawono melihat pemberian julukan ini muncul dengan proses yang berbeda bagi masing-masing mantan presiden. Bagi empat mantan presiden pertama, sematan itu muncul dan dikenal dari masyarakat. Sedangkan, bagi Megawati dan SBY, julukan itu justru tidak diketahui oleh publik luas.
Ia menjelaskan perbedaan munculnya julukan antara empat mantan presiden sebagai proses bottom-up atau dari bawah ke atas. Setelah dikenal publik dengan sematan masing-masing baru lah pemerintah memformalkan julukan itu.
Sedangkan, bagi Megawati dan SBY, julukan itu justru diberikan dengan proses top-down atau dari atas ke bawah.
“Tentu banyak yang melihat terutama dari konstituennya Megawati atau SBY itu sebagai apa. Tapi kan tidak ada julukan atau sematan seperti yang terjadi pada Soekarno, Soeharto, Habibie dan Gus Dur yang hampir semua orang [tahu], oh ini. Bottom-up itu tadi,” papar Bawono.