Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menuturkan yang mesti disoroti adalah apakah perintah Jokowi bakal dipatuhi para pembantunya.
Untuk melihat hal ini, kata Arya, tak boleh berpegang pada pernyataan menteri. Hal lebih penting mesti diperhatikan.
Pertama, apakah setelah pernyataan Jokowi, mobilisasi dukungan terhadap penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan akan mereda atau tidak.
Kedua, apakah lobi-lobi atau upaya yang dilakukan partai politik terkait isu ini berhenti atau justru terus berlanjut.
Terakhir, kata Arya, juga mesti dilihat apakah pernyataan Jokowi itu justru memunculkan sebuah isu baru. Misalnya, soal wacana amandemen UUD 1945.
“Jadi kita belum tahu apakah ini hanya cara untuk mengerem doang atau apa belum bisa diketahui, mesti dilihat dalam 3 indikator,” ucap Arya.
Arya berkata, gejolak di masyarakat akibat wacana perpanjangan masa jabatan atau penundaan pemilu adalah satu faktor yang mendorong keluarnya perintah Jokowi.
Ia menangkap psikologi penolakan publik terasa cukup besar. Di sisi lain, Hendri mengingatkan ada kemungkinan perintah Jokowi bertujuan hanya untuk meredam gejolak publik.


