Rofik mengatakan, kondisi di lapangan harga biji mentah nikel bahkan dibeli dengan harga sangat murah jauh dari harga internasional. Di sisi lain, dampak lingkungan tetap ditanggung oleh negara.
“Larangan ekspor bijih nikel menyebabkan over supply, sehingga pihak smelter bisa membeli bijih nikel dengan super murah, jauh di bawah harga pasar internasional. Sementara dampak lingkungan berupa limbah dan kerusakan kita tanggung semua. Nilai tambah yang diharapkan dari kebijakan hilirisasi ini tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena sebagian besar nilai tambah dinikmati oleh pihak asing. Dari nilai ekspor nikel yang meningkat dari 15 triliun menjadi 360 triliun, berapa yang masuk sebagai penerimaan negara, Ini yang belum dijelaskan Pemerintah kepada publik,” ujar Anggota DPR RI Fraksi PKS tersebut.
Selain itu, Rofik juga menanggapi terkait industri turunan yang muncul setelah adanya smelter dalam negeri ini. Menurutnya, industri turunan ini pada kenyataannya tidak memiliki kesiapan dalam memanfaatkan momentum kebijakan ini.
“Pengertian hilirisasi ini tidak hanya sampai membuat smelter saja tetapi juga industri turunannya. Kenyataannya di industri turunan ini kita juga tidak lebih siap,” tutur Rofik.