Aparat penegak hukum pun seharusnya menjadi pihak yang mampu mendukung upaya untuk menghilangkan segala hambatan.
“Hambatan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas dalam memberikan keterangan sebenar-benarnya dengan mandiri,” ujar koalisi.
Dengan adanya pasal yang diskriminatif inilah, lanjut koalisi, seharusnya pembahasan RUU TPKS belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan. Untuk itu, koalisi meminta DPR dan pemerintah membuka kembali pembahasan atas Pasal 25 ayat 4, 5, dan 6 ini dengan mendengarkan penjelasan dari koalisi organisasi penyandang disabilitas.
Koalisi Nasional Kelompok Kerja Implementasi UU Penyandang Disabilitas terdiri dari enam organisasi, yaitu Pusat Pemilu untuk Aksesblitas Penyandang Disabilitas (PPUA), Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni), dan Perkumpulan Penyandang Disabilitas Fisik Indonesia (PPDFI).
Berikutnya, Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin), Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).
(mts/kid)