Hergun juga menyoroti pembiayaan mikro dan ultra mikro yang juga ditawarkan oleh pemerintah melalui perbankan dan BUMN pembiayaan lainnya. Menurutnya, dengan rantai yang panjang dan beberapa pihak yang ikut mengambil spread (persebaran) bunga, maka dapat membuat bunga pinjaman yang dikenakan ke masyarakat pun cenderung tinggi. Sehingga hal tersebut juga dapat membuat masyarakat beralih ke pinjaman online.
“Apa bedanya? Saya ke pinjol aja minjem lebih cepat prosesnya. Ini kemudian menjadi sebuah tantangan untuk perbankan. Mungkin perbankan bisa membuat suatu divisi sendiri yang bisa ‘menjemput bola’, itu kan yang dilakukan oleh pinjol? Misal jam 10.00 malam pinjam hanya Rp500.000 nanti jam 10 malam itu juga langsung dapat duitnya dan di waktu itu juga dipakai untuk belanja sayuran. Nanti jam 10.00 pagi itu sudah bisa dikembalikan Rp600.000 bahkan mungkin Rp700.000. Berapa persen bunganya? Tapi mereka (masyarakat) tidak masalah,” tuturnya.
Dilansir dari berbagai sumber, per Mei 2023 jumlah outstanding pembiayaan yang disalurkan melalui P2P lending/ perusahaan teknologi finansial sebesar Rp51,46 triliun atau naik 28,11 persen secara tahunan (yoy). Jawa Barat menjadi provinsi dengan pengguna pinjaman P2P lending paling banyak, dengan total utang mencapai Rp13,8 triliun dan TWP90 3,92 persen. Sementara di posisi kedua ada DKI Jakarta dengan total utang Rp10,5 triliun dan TWP90 3,23 persen.