Hingga akhirnya, pada 2008 atau menjelang Pilpres 2009, Prabowo memutuskan mengambil jalan politik sendiri. Putra begawan ekonomi andalan Orde Baru, Soemitro Djojohadikusumo, ini ingin keluar dari Golkar.
“Saya menghadap Bapak Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Saya sampaikan kepada beliau bahwa saya mengundurkan diri dari Golkar, baik sebagai anggota dewan penasihat maupun sebagai anggota Partai Golkar,” kenangnya, dikutip dari buku Prabowo: Dari Cijantung Bergerak ke Istana (2009) karya Femi Adi Soempeno.
Prabowo merasa kurang maksimal dalam menyumbangkan pikiran dan tenaganya jika tetap di Partai Golkar. Sebaliknya, ia merasa akan lebih mampu mewujudkan visinya, termasuk membangun ekonomi kerakyatan selaku Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), dengan berada di luar rindangnya pohon beringin.
“Saya katakan, saya merasa tidak maksimal berkiprah. Perasaan saya, sebagai Ketua Umum HKTI, saya harus membawa pesan dan memperjuangkan pesan kaum tani. Dan, sebagai anggota Dewan Penasihat Golkar, saya kurang maksimal berjuang untuk itu,” tutur Prabowo.
Bersama beberapa tokoh yang sepaham dengannya, termasuk adiknya Hashim Djojohadikusumo, Muchdi Purwoprandjono, Fadil Zon, dan lainnya, Prabowo mendeklarasikan lahirnya partai baru bernama Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra pada 16 Februari 2008.