Yusril Ihza menganggap, sistem pemilu proporsional terbuka yang telah diterapkan Indonesia sejak 2004 membuka sisi gelap sistem ini. Menurut dia, sistem proporsional terbuka telah melemahkan partai politik secara struktural.
“Partai politik tidak lagi mengejar fungsi asasinya sebagai sarana penyalur, pendidikan, dan partaisipasi politik yang benar. Partai politik tidak lagi berupaya meningkatkan kualitas programnya yang mencerminkan ideologi partai, melainkan hanya fokus mencari kandidat yang dapat menjadi magnet untuk meraih suara terbanyak. Di sinilah letak pelemahan partai politik itu terjadi secara struktural,” ujar Yusril.
Partai politik hanya mencari jalan pintas untuk meraup suara terbanyak di setiap pileg dengan penerapan sistem ini.
Kandidat yang diburu adalah mereka yang populer dan berdaya finansial moncer, tak peduli apakah dia kader yang dibina sejak muda secara ideologis oleh partai politik yang bersangkutan atau bukan.
Fenomena ini akhirnya terjadi di hampir seluruh partai politik dan dianggap telah mengubah medan pertarungan pileg yang seharusnya berbasis gagasan serta ideologi.