“PPP berpandangan, jika tanggal 21 Februari ini dikhawatirkan oleh pemerintah atau pihak manapun akan dipolitisir karena bisa disingkat ‘212’ maka ya bisa dipertimbangkan 1-2 hari sebelum atau sesudahnya,” kata Arsul saat dihubungi, Rabu (12/1).
Kendati begitu, kekhawatiran tersebut tidak bisa menjadi alasan agar Pemilu digelar bulan Mei sebagaimana usulan pemerintah. Menurut Arsul, kekhawatiran 21 Februari ditunggangi oleh kelompok tertentu terlalu berlebihan.
“Kekhawatiran politisasi karena asosiasi dengan gerakan 212 itu hal yang berlebihan dan cenderung mendegradasi kecerdasan pemilih kita,” jelas Arsul.
Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, juga mengatakan bahwa argumentasi penolakan 21 Februari karena khawatir momen 212 tak berdasar dan berlebihan. Menurut dia, secara historis 212 bukan bulan Februari, melainkan bulan Desember.
“Jadi ini alasan yang hanya mengada-ada, sama sekali tak ada nilai substansi maupun teknis yang relevan sebagai justifikasi penolakan,” ujar Kamhar.
Ia menduga pemerintah selalu mencari-cari alasan untuk menunda Pemilu, termasuk menciptakan ‘hantu politik 212’ sebagai alasan. Hal ini, kata dia, sangat melecehkan akal sehat.