“KPU Bekerja berdasarkan UU yang ada, jadi perlu diingat masa kampanye itu sangat terkait dengan dua tahapan lainnya. Pertama sengketa PTUN Pemilu, kedua proses lelang dan distribusi logistik pemilu,” jelasnya.
Terkait sengketa pencalonan, Ilham mengatakan, hal tersebut biasanya dilakukan oleh Parpol atau calon terkait kepada Bawaslu dan PTUN usai penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) oleh KPU.
Hal tersebut kemudian erat kaitannya dengan proses lelang dan distribusi alat peraga kampanye untuk Pemilu 2024. Pasalnya, sesuai mandat sistem proporsional terbuka dan UU Pemilu, surat suara diwajibkan memuat nama, foto, dan nomor urut peserta.
Sementara hal tersebut baru dapat dilakukan usai proses sengketa pencalonan di PTUN terselesaikan.
“Karena surat suara itu acuannya adalah DCT. Tentu ini (pembuatan surat suara) juga setelah penetapan DCT dan tuntas sengketa PTUN pasca penetapan DCT,” tuturnya.
Berdasarkan perhitungan KPU sendiri, kedua proses tersebut setidaknya bakal menghabiskan waktu selama 164 hari. Masing-masing 38 hari untuk proses sengketa dan proses logistik selama 126 hari.
Di sisi lain, KPU juga masih memiliki tantangan dalam mendistribusikan surat suara ke pelbagai TPS yang ada di tiap-tiap pulau. Oleh sebab itu, kata dia, waktu masa kampanye selama 120 hari yang diajukan KPU tersebut sudah jauh dipadatkan dari waktu seharusnya.