Dalam laporan evalusi itu dicontohkan, dalam satu kasus dugaan pelecehan yang diduga dilakukan salah seorang anggota DPR, MKD nampak ingin menghentikan proses penyelidikan hanya karena korban tak menghadiri pemanggilan untuk pemeriksaan. Keinginan MKD itu cenderung mengekspresikan ketidakpedulian mereka terhadap korban.
“Demi kepentingan korban dan juga demi kepentingan penegakan etik, tata beracara MKD semestinya disempurnakan untuk mengakomodasi prosedur baru yang memungkinkan MKD bisa berinisiatif dan proaktif dalam memulai atau melanjutkan proses penyelidikan etik terhadap anggota yang diduga melanggar kesusilaan maupun kasus pelanggaran etik lainnya”.
Keempat, Komisi VIII tak transparan karena sembilan dari 16 rapat yang digelar dilakukan secara tertutup. Formappi menilai fakta ini seolah-olah mengonfirmasi dua kasus korupsi yang menjerat dua Menteri yang menjadi mitra Komisi VIII yakni Menteri Agama pada periode 2009-2014 dan Menteri Sosial yang belum lama ini menghadapi kasus korupsi terkait dana bansos.
“Ini menguatkan tenggara bahwa ketertutupan menjadi awal bencana, karena itu di masa mendatang Komisi-komisi perlu lebih transparan lagi. Kinerja yang membaik juga ditunjukkan oleh Badan-Badan DPR. Pun sama halnya dengan Komisi, membaiknya kinerja Badan-Badan itu tidak disertai keterbukaan. Hal itu misalnya terlihat pada rapat BAKN yang sekali menyelenggarakan rapat secara tertutup”.