Partai Amanat NasionalPartai Demokrasi Indonesia PerjuanganPartai DemokratPartai Gerakan Indonesia RayaPartai Golongan KaryaPartai Kebangkitan BangsaPartai Nasdem

Laporan Pelanggaran hak Asasi Manusia AS dan Upaya Pemerintah Jaga Kredibilitas

Laporan Pelanggaran hak Asasi Manusia AS dan Upaya Pemerintah Jaga KredibilitasPartaiku.id – Pemerintah Indonesia merespons laporan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang diterbitkan Amerika Serikat (AS) dengan serangan balik. Sikap ini dinilai sebagai pertanda buruk perbaikan penanganan HAM. Pemerintah AS menerbitkan laporan berjudul “2021 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia” melalui situs resmi Kedutaan Besar AS untuk Indonesia. Laporan itu membahas sejumlah kasus pelanggaran HAM di Indonesia selama tahun 2021.

Beberapa kasus yang disorot adalah pembunuhan 6 laskar FPI, pembatasan internet di Papua, pemanggilan BEM UI usai mencuit Jokowi King of Lip Service, kriminalisasi aktivis oleh Moeldoko dan Luhut Binsar Pandjaitan, dan keterlibatan Komisioner KPK Lili Pintauli dalam kasus korupsi Tanjung Balai.

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menanggapi laporan AS itu dengan sindiran. Juru Bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah mempertanyakan pelanggaran HAM yang terjadi di AS.

“Apakah tidak ada kasus HAM di AS? Serius?” ungkap Teuku hari lalu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga berkomentar tentang sejumlah kasus pada laporan itu. Salah satunya pengawasan pemerintah terhadap warga negara yang terkadang tanpa izin melalui aplikasi PeduliLIndungi.

Mahfud menjawab laporan itu dengan klaim pencapaian penanganan pandemi Covid-19 yang dilakukan Indonesia. Ia menyebut capaian Indonesia lebih baik dari AS.

“Kalau di belahan dunia, Indonesia itu termasuk bagus, jauh lebih bagus dari Amerika dalam menangani Covid ini,” kata Mahfud dalam rekaman video di kanal YouTube Menko Polhukam.

Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin melihat serangan balik dilakukan pemerintah karena tidak terima dikritik pihak asing. Ia menyebut pemerintah merasa didikte oleh AS dengan laporan itu.

Menurut Ujang, pemerintah ingin menyelamatkan wibawa di mata publik. Oleh karena itu, bantahan keras pun disampaikan ke AS.

“Bantahan itu yang mereka lakukan untuk menjaga kredibilitas pemerintah yang saat ini banyak diragukan publik,” kata Ujang, Minggu (17/4).

Ujang juga menilai pemerintah tak merasa bersalah dalam sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM. Ia menilai komunikasi politik semacam ini menjadi pertanda buruk bagi perbaikan demokrasi dan HAM di Indonesia.

“Karena seolah olah tidak ada apa-apa, seolah-olah tidak ada yang salah. Itulah yang sedang dilakukan oleh para pejabat kita,” ujarnya.

Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar menyebut pemerintah setiap tahun menanggapi laporan pelanggaran HAM yang diterbitkan AS dengan bantahan.
Dengan bantahan itu Rivanlee menduga pemerintah ingin menutupi pelanggaran HAM yang ada. Ia khawatir respons tersebut menjadi cerminan penanganan HAM pada masa mendatang.

“Ini menunjukkan ketidakpekaan terhadap report ini, coba menutupi apa yang menjadi masalah di Indonesia dengan melempar balik masalah di AS. Kami khawatir ini makin memperburuk situasi,” ujar Rivanlee saat dihubungi .

Rivanlee menyebut laporan itu sebenarnya menjadi bahan evaluasi yang baik bagi pemerintah. Ia berpendapat seharusnya pemerintah membuat refleksi dengan laporan tersebut.

Rivanlee menyebut laporan itu sebenarnya menjadi bahan evaluasi yang baik bagi pemerintah. Ia berpendapat seharusnya pemerintah membuat refleksi dengan laporan tersebut.

Terlebih lagi, laporan ini menjadi acuan negara-negara peduli HAM untuk membaca tren di masa mendatang. Menurutnya, negara lain akan memandang Indonesia dari laporan tersebut.

Rivanlee mencontohkan kasus pelanggaran kebebasan sipil yang ditandai dengan represivitas aparat kepolisian. Dalam laporan itu, AS menyebut pelanggaran tersebut dipicu oleh pembuatan kebijakan yang menimbulkan aksi unjuk rasa besar-besaran.

“Itu rangkaian yang bisa diambil dan ke depan harus dibenahi dengan menjaga agar tidak ada lagi kebijakan diskriminatif,” ujarnya.

Sementara itu Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan laporan tersebut merupakan cara pandang AS melihat beberapa masalah terkait HAM di Indonesia. Menurutnya, pemerintah memiliki mekanisme penyelesaian dan pemulihan sendiri yang sampai saat ini masih dapat digunakan..

“Perlu direspons resmi tetapi bukan sebagai kewajiban. Pemerintah dan kita semua tentu saja bisa menjadikan laporan kemenlu AS ini sebagai bahan evaluasi tapi bukan sebagai kewajiban,” kata Beka .

Beka menyebut beberapa kasus yang tertulis dalam laporan AS tersebut menjadi perhatian Komnas HAM, seperti kasus penembakan anggota Laskar FPI dan sejumlah kasus terkait UU ITE.

“Beberapa kasus menjadi concern komnas dan komnas juga terlibat aktif di dalamnya, baik melalukan pemantauan dan penyelidikan maupun upaya-upaya lainnya,” ujarnya.

(dhf/fra)

Show More
Back to top button

Adblock Detect

Please consider supporting us by disabling your ad blocker