Sekaligus untuk menunjukkan bahwa pengisian kepala daerah yang kosong dilakukan secara transparan dan akuntabel. Serta memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa tidak ada unsur politik praktis dalam penentuan Penjabat kepala daerah.
“Karena penjabat ini hal yang sifatnya transisional untuk mengisi kekosongan ketika mau menormalisasi Pilkada serentak,” ujarnya.
“Maka jadi suatu keniscayaan bagaimana pemerintah untuk mencari cara yang paling demokratis mungkin untuk mengisi jabatan kepala daerah yang kosong itu,” sambungnya.
Violla juga mengingatkan, bahwasanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 67/PUU-XIX/2021, 15/PUU-XX/2022, dan 15/PUU-XX/2022 telah meminta agar pemerintah mempertimbangkan untuk membuat aturan turunan terkait Penjabat kepala daerah.
Aturan turunan yang dimaksud salah satunya, kata dia, yakni terkait mekanisme pemilihan calon Penjabat kepala daerah. Menurutnya, dalam hal tersebut MK secara jelas berpesan agar proses pemilihan dilakukan secara terbuka dan kompetitif.
Selain itu, Violla mengatakan, MK juga telah meminta agar para calon Penjabat memiliki kompetensi, kepemimpinan, dan memahami birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang dimaksud.