”Ketentuan lainnya yang belum cukup diatur dalam keputusan ini akan diatur sendiri dalam peraturan organisasi Partai Golkar. Ini suatu keanehan jika menempat SK DPP lebih tinggi kedudukannya daripada peraturan organisasi,” ulasnya.
Keanehan lainnya adalah klaim bahwa pembentukan Majelis Etik telah dilaporkan oleh DPP Golkar dalam forum rapat pimpinan nasional (rapimnas) yang digelar 23 Maret 2018. Faktanya, kata Abraham, pada tanggal itu tidak ada Rapimnas DPP Golkar.
“Yang betul adalah pada 23 Maret 2018 dilaksanakan rakernas (rapat kerja nasional),” tegasnya.
Analisis Abraham soal keanehan Majelis Etik tak berhenti di situ. Merujuk Pasal 32 ayat 5 AD Partai Golkar, kata Abraham, ada dua ketentuan penting tentang rakernas. Pertama, rakernas adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil munas.
Kedua, dakernas dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode kepengurusan. “Jadi suatu kekeliruan besar jika rakernas merekomendasikan DPP untuk menyusun kode etik,” tegasnya.
Abraham menambahkan, kekeliruan lainnya adalah kode etik yang dituangkan dalam Peraturan Organisasi No. 19/DPP/Golkar/VII/2018 tangal 23 Juli 3018.