Ia mengatakan MPR mesti terbuka soal bagian mana yang akan diubah lewat amendemen UUD 1945. Menurutnya, kemungkinan amendemen UUD merembet ke hal-hal lain bisa saja terjadi, tetapi kecil kemungkinan. Sebab, ada aturan di Pasal 37 tersebut yang mewajibkan MPR menjelaskan alasan mengubah suatu pasal.
“Isunya yang berkembang ini kan akan liar, akan ada substansi-substansi tambahan yang muncul, dari sisi peraturan, menurut saya kemungkinan itu ada, tapi kecil,” katanya.
Amandemen UUD sebuah keniscayaan
Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid berpendapat amandemen UUD 1945 merupakan sebuah keniscayaan. Menurutnya, dibutuhkan satu kali amandemen lagi untuk menampung sejumlah hal yang dinilainya mendasar, tetapi belum diatur dalam UUD 1945.
“Pertanyaan kemudian bagian-bagian mana yang sebenarnya menjadi sebuah keadaan yang urgen yang harus diamandemen. Nah, itu pertanyaannya,” kata Fahri.
Ia mengatakan perlu kehati-hatian yang tinggi dalam melakukan amendemen UUD. Ia mewanti-wanti jangan sampai materi perubahan menyasar pada isu-isu yang telah selesai, misalnya isu masa jabatan presiden.