“MK jangan sampai seperti membuat konstitusi baru. Yang bisa menjelaskan konstitusi secara sah adalah MPR. Itulah sebabnya kami dorong MPR tampil memberikan original intent,” tegasnya.
Lebih lanjut, Willy menyatakan bahwa DPR RI sebenarnya memiliki ruang untuk menyusun kembali Undang-Undang Pemilu sebagai respons atas putusan MK tersebut. Namun, langkah itu memerlukan landasan hukum yang kuat agar tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada.
“Kalau DPR mau merumuskan revisi UU Pemilu, maka dasar pijakannya harus jelas. Legal standing-nya sebaiknya berasal dari tafsir resmi MPR. Ini untuk memastikan kita berjalan di atas jalur hukum yang sah dan tidak multitafsir,” ujarnya.
Politikus yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi XIII DPR RI itu menekankan pentingnya menciptakan kepastian hukum dalam proses demokrasi. Menurutnya, perubahan aturan pemilu tidak bisa hanya berdasarkan pada keputusan sekelompok kecil orang melalui mekanisme uji materi.
“Demokrasi butuh kepastian hukum. Tidak bisa sistem yang besar ini digeser hanya karena gugatan segelintir pihak. MPR adalah lembaga yang merepresentasikan ratusan anggota, yang berarti jutaan rakyat Indonesia. Di situlah legitimasi besar berada,” jelasnya.