“Kalau bicara kontestasi politik saat ini pilkada, pileg, [dan] pilpres dengan biaya tinggi sebagai konsekuensi dari demokrasi sangat liberal, relevan. Biaya politik tinggi yang berdampak pada perilaku korupsi mungkin itu masih relevan,” tuturnya.
Sebelumnya, Firli menyatakan sepakat presidential threshold diturunkan dari 20 persen menjadi 0 persen agar menekan perilaku korupsi.
Menurutnya, angka ambang batas 20 persen saat ini telah membuat biaya politik menjadi mahal.
“Kalau saya memandangnya begini, di alam demokrasi saat ini dengan presidential threshold 20 persen itu biaya politik menjadi tinggi. Sangat mahal. Biaya politik tinggi menyebabkan adanya politik transaksional. Ujung-ujungnya adalah korupsi,” kata Firli saat bertemu pimpinan DPD pada Selasa (14/12), sebagaimana siaran pers yang diterima.
“Kalau PT 0 persen artinya tidak ada lagi demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi,” lanjutnya.
Pensiunan polisi berpangkat komisaris jenderal itu menegaskan korupsi harus menjadi musuh bersama bila ingin melakukan pemberantasan korupsi. Menurutnya, semua elemen dan lembaga harus satu suara alias tidak boleh bergerak sendiri-sendiri dalam pemberantasan korupsi.
(mts/kid)