“Itu [zaman] dulu, hari ini semua orang sibuk membicarakan isu, dan tidak lagi berbicara konsep. Sehingga ide-ide tidak lagi diperbaharui dan mudah diarahkan,” katanya.
Eka mengatakan isu itu bersifat tidak substansial, isu dapat dikover yang seolah-olah merupakan kepentingan rakyat, namun ternyata untuk membicarakan kepentingan jangka pendek saja.
“Misal membicarakan isu presiden tiga kali, de magog seolah-olah itu kepentingan rakyat, mengangkangi demokrasi,” sebutnya.
“Kemudian contoh yang lainnya yaitu di perguruan tinggi, pemilihan rektor itu melalui presiden, dan melalui menteri, dimana suara mayoritas senat diabaikan. Kemudian pemilihan bupati dan wakil bupati diusulkan oleh DPC dan DPD. Jadi jelas sistem yang membuat kita tidak bisa muncul dan itu terjadi secara nasional. Jadi bukan di SUumbar, namun di seluruh Indonesia,” tambah Eka.
(nya/kid)