Ia merinci dalam Pasal 22E UUD 45 diatur bahwa pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD. Pasal 7 UUD 45 mengatur bahwa masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden adalah lima tahun. Sesudah itu dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan lagi.
Kedua pasal di atas tidak perlu diubah, tetapi dalam praktik, Pemilu dilaksanakan misalnya tujuh tahun sekali.
“Masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD dan DPRD dan dengan sendirinya MPR, dalam praktiknya juga dilaksanakan selama tujuh tahun,” kata dia.
Namun, Yusril menilai konvensi ketatanegaraan tentang penundaan Pemilu sulit diciptakan. Terlebih, masyarakat awam dengan mudah akan menganggapnya sebagai ‘penyelewengan’ terhadap UUD 1945.
“Presiden Jokowi tentu tidak dalam posisi untuk dapat menciptakan konvensi ketatanegaraan sebagaimana digagas Sjahrir dan dilaksanakan Wapres Mohammad Hatta tahun 1945 itu,” kata dia.
(rzr/asr)