Sebab menurut Robet, gagasan itu seolah menantang UUD 1945 yang menjadi landasan hukum pemerintah yang sudah membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden.
“Sekarang ini lebih buruk secara prinsipil. Di zaman Suharto konstitusinya belum memberikan batas waktu untuk jabatan presiden sementara konstitusi kita hari ini jelas-jelas sudah memberikan pembatasan tegas,” kata Robet, Rabu (30/3).
Menurut Robet, gagasan yang disampaikan para kepala desa supaya Presiden Jokowi menjabat 3 periode adalah bentuk mobilisasi politik seakan-akan mengulang praktik di masa Orde Baru.
Di masa Orde Baru, suara kelompok masyarakat arus bawah sampai kalangan militer dan polisi kerap diklaim untuk memberikan pembenaran untuk memperpanjang kekuasaan Suharto.
“Mobilisasi dukungan 3 periode bukan gejala demokrasi tapi gejala ke arah otoritarianisme. Dia diinisiasi oleh elit dengan menginterupsi proses di dalam masa demokrasi dan tradisi sirkulasi elit sedang berjalan baik,” ujar Robet.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai ada keanehan di balik teriakan Jokowi 3 periode dalam acara silaturahmi Asosiasi Pemerintah Desa (APDESI) pada Selasa (29/3) lalu.