“Intinya silakan, membuat orang tersangka silakan, tapi ini ada pintu, kalau selama dua tahun tidak ada bukti yang mencukupi, you masih bisa mengeluarkan SP3, kalau optimis masih ada bukti, silakan diteruskan, namanya juga ‘dapat’, bisa digunakan, bisa tidak. ‘Dapat’ itu merupakan bentuk kewenangan, silakan digunakan boleh, tidak boleh,” jelasnya.
Pria yang juga menjabat anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini kemudian bicara soal dewan pengawas yang juga menjadi poin UU KPK yang disoal banyak pihak. Hendrawan menuturkan dewan pengawas berfungsi sebagai pemantau kinerja KPK.
“Dewan pengawas itu bagian dari KPK, bukan lembaga eksternal, itu sebabnya di situ KPK terdiri dari yang satu dewan pengawas, dua komisioner, ketiga pegawai. Jadi sepertinya orang berdiskusi dewan pengawas sesuatu yang di luar KPK, jadi sistemnya seperti perseroan terbatas, direksi tak bisa jalan sendiri tanpa komisaris, jadi ini sehat, saling check and recheck,” tuturnya.
“Mengapa KPK menyadap? Sumbernya dari mana, rival politik, orang dalam yang membocorkan informasi. Kalau tak diatur, tak minta izin pengawas, itu bisa semena-mena, OTT by order, misalnya, tapi kan yang mengawasi orang KPK sendiri,” kata Hendrawan.