“Potensi itu memungkinkan apabila massa penundaan pemilu itu kemudian juga mampu mempengaruhi kelompok pemilih dari parpol yang kontra penundaan pemilu tersebut,” kata Wasis.
Namun demikian, Wasis berpendapat penggalangan massa penundaan pemilu masih belum punya narasi moral yang kuat, sehingga mampu membius publik secara lebih luas.
“Hampir mirip sebenarnya pola gerakan 212, hanya saja gerakan ini besar karena ada spirit moral ‘penistaan agama’, sementara kelompok pro (penundaan pemilu) ini belum punya narasi itu,” kata dia.
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menilai ada operasi yang sistematis di balik bermunculannya dukungan Jokowi 3 periode. Gerakan itu, menurutnya cukup lama hilang hingga belakangan muncul dengan masif.
Menurutnya, Jokowi seharusnya bersikap tegas jika benar-benar menolak wacana itu.
“Semua publik tau siapa aktor yang memobilisasi gerakan ini. Tak perlu sebut merek, sudah jadi rahasia umum. Kalau nolak 3 periode ini, Jokowi mestinya bersikap keras, marah pada mereka yang terus-menerus menjerumuskannya,” kata Adi.
Ia mengaku miris melihat oknum aparat desa yang mendukung Jokowi 3 periode. Gagasan itu, kata dia, jelas inkonstitusional. Adi mengatakan aparat desa, semestinya fokus mengembangkan desa, netral, bukan genit urus politik.