“Sekamar sama saya saja bu Afifah,” lalu cengengesan. Di sana ada Pak Idris yang notabene adalah walikota Depok yang sedang mencalonkan diri kembali dalam pilkada tertawa terbahak-bahak sambil tangannya menunjuk pak Imam Budi. Mungkin mereka merasa ini adalah hal yang lucu. Saya ingin tahu, bagaimana jika hal ini terjadi pada ibu mereka, istri mereka, atau anak perempuan mereka, apakah mereka akan diam dan tenang-tenang saja? Jika jawaban nya iya, selesai perkara, jelas kita berbeda. Mereka adalah patriarki yang tidak menganggap keberadaan perempuan bisa dalam posisi yang sama sebagai manusia. Sebagai satu-satunya kandidat perempuan dalam pilkada Depok, saya paham betul tantangan yang saya hadapi.
Belum pernah ada kandidat perempuan di pilkada kota Depok sebelumnya. Dengan Bismillah, atas dukungan keluarga, dan banyak kolega saya mengawalinya. Saya menemukan fakta cibiran yang disampaikan kepada saya, untuk apa perempuan mencalonkan diri di pilkada kota? Sebelumnya saya dibullymengenai wajah, muka saya antara ber make up dan tidak bermake up.
Saya mengenakan pakaian sopan, menutup aurat, berjilbab. Namun masih saja mendapatkan lontaran “sekamar sama saya saja bu Afifah”, bahkan dari Pak Idris saya juga mendapatkan cibiran “kayak artis” yang entah apa maksudnya.