“JHT itu niatnya baik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, tapi kalau diperbandingkan dengan JKP kurang bijak, karena programnya berbeda,” jelasnya.
“Khusus untuk JHT, saya kira jalan tengahnya adalah karena ini punyanya pekerja, masyarakat yang iuran melalui pekerja ya diberikan keluwesan saja. Yang mau lanjut silakan, yang berhenti silakan diberikan kemudahan,” lanjutnya.
Politikus PDI Perjuangan itu menduga mungkin pemerintah berniat baik dengan menerapkan aturan tersebut. Namun, menurut dia, kondisi itu belum bisa diterapkan di Indonesia.
“Meskipun niatnya baik dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan, tapi bagaimana mau meningkatkan kesejahteraan, untuk makan besok saja susah, sehingga JHT bisa jadi salah satu alternatif dicairkan untuk menyambung hidup. Ini perlu kita pikirkan,” kata Rahmad.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Di aturan terbaru, JHT bisa diambil saat memasuki usia pensiun atau 56 tahun. Syarat lainnya, pekerja peserta JHT meninggal dunia atau cacat tetap.


