“Soal perlu tidaknya amendemen kembali UUD 1945, sebaiknya baru kita diskusikan setelah selesainya tahapan Pemilu 2024,” kata Habib dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Jumat (18/8).
Habib menilai apabila pembahasan amendemen UUD 1945 mulai dibahas saat ini, maka dikhawatirkan akan muncul kecurigaan untuk menggunakan isu tersebut sebagai manuver politik dan kepentingan politik sejumlah pihak saja.
“Pasca usainya Pemilu 2024, artinya sudah ada pemerintahan yang baru dan juga DPR periode baru. Sehingga tidak ada ruang kecurigaan akan adanya manuver politik perebutan kekuasaan semata,” ujarnya.
Sebelumnya wacana amendemen UUD 1945 mengemuka lagi baru-baru ini. Hal ini bermula dari pernyataan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Mattalitti mengatakan pihaknya telah mengusulkan lima poin proposal kenegaraan untuk melakukan amendemen UUD 1945.
Salah satu poin dari DPD ini ingin mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Nantinya, MPR bisa memilih dan melantik Presiden. Serta menjadi lembaga yang mengevaluasi kinerja Presiden di akhir masa jabatan.
Usulan La Nyalla itu bersambut. Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet menilai MPR mestinya dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara. Hal itu dia sampaikan ketika berpidato di hadapan presiden, wakil presiden, dan para pejabat negara lainnya dalam Sidang Tahunan MPR, Rabu (16/8).