Menurut Azyumardi, demokrasi di Indonesia harus direformasi karena terus mengalami kemunduran.
Kritik turut disuarakan oleh peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadhli Ramadhanil. Ia meminta agar proses pemilihan pejabat kepala daerah oleh pemerintah pusat dilakukan secara terbuka dan melibatkan publik.
Menurutnya, langkah itu diperlukan lantaran sesuai amanat konstitusi yang ada, pemilihan kepala daerah wajib dilakukan secara demokratis dan melibatkan partisipasi dari masyarakat, bukan melalui presiden ataupun menteri.
Fadhil menyebut penjabat itu berpotensi memegang jabatannya selama tiga tahun hingga 2025. Panjangnya masa jabatan itulah yang menurutnya kemudian sudah menggeser makna Penjabat kepala daerah dalam konstitusi.
Selain itu, kritik juga datang dari pelaksana tugas (Plt) Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Violla Reininda. Dia menilai pembentukan aturan mengenai mekanisme pengisian penjabat kepala daerah penting dilakukan untuk menjamin penunjukan berlangsung secara transparan dan demokratis.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia meminta pemerintah hati-hati menunjuk penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan pada 2022 dan 2023.