Dalam paparannya, Puteri juga menjelaskan tantangan yang dihadapi DPR RI dalam mengawasi pengelolaan keuangan negara. Khususnya, pengawasan atas pelaksanaan UU No. 2 Tahun 2020 yang mengatur kembalinya defisit fiskal APBN di level 3 persen terhadap PDB di tahun 2023.
“Selain itu, menjadi tantangan juga untuk awasi pertumbuhan rasio utang kita yang semakin melonjak hingga 41 persen per PDB di tahun 2021. Walaupun dapat dikatakan masih sesuai dengan ketentuan batas 60 persen, namun kita tetap perlu waspada dan pastikan kemampuan kita untuk membayar utang masih terkendali. Apalagi, mengingat kebutuhan keuangan negara masih sangat tinggi, khususnya dalam pembiayaan PEN dan pembangunan infrastruktur,” lanjut Puteri.
Lebih lanjut, Puteri juga menjelaskan bentuk-bentuk pengawasan DPR RI dalam siklus penganggaran APBN. Mulai dari tahap penyusunan, persetujuan, pelaksanaan, hingga pengawasan.
“Pengawasan dalam tahap penyusunan APBN adalah salah satu yang utama, karena parlemen dapat menggunakan kewenangan budget-making dengan menyesuaikan rancangan anggaran yang diajukan pemerintah selama tidak menaikan defisit fiskal.