Sejarah berdirinya gerakan 212 memang tak bisa lepas dari sisi politik. Aksi tersebut buntut dari pernyataan calon gubernur petahana dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dianggap menistakan Islam.
Usai aksi 2016 silam, kelompok yang dimotori FPI dan kawan-kawan ini kemudian rutin menggelar aksi serupa dari tahun 2017, 2018, hingga 2019. Namun, kelompok Islam ini tak menggelar Reuni 212 lantaran situasi pandemi virus corona.
Absennya gelaran Reuni 212 tahun lalu membuat eksistensi gerakan tersebut mulai tergerus. Apalagi, pada tahun lalu hingga awal 2021 sejumlah tokoh mereka seperti Rizieq dipolisikan, hingga FPI dibubarkan oleh negara.
Oleh karena itu, menurut Ujang, Reuni Aksi 212 tahun ini selain bermotif politik adalah untuk menunjukkan eksistensi mereka.
“Saya melihat, aksi itu dilakukan untuk menunjukkan kepada ahli politik, termasuk rakyat Indonesia, kelihatannya bahwa mereka masih eksis, mereka masih ada,” katanya.
“Bahwa selama ini mereka ‘dikerjain’, ‘dipotong’, ‘digunting’, dikasuskan secara hukum tokoh-tokohnya, dan mereka membuktikan hari ini masih eksis,” ujarnya menambahkan.