Partaiku.id – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut penunjukan anggota TNI aktif sebagai penjabat (Pj) kepala daerah merupakan pembangkangan terhadap peraturan perundang-undangan. “Penempatan perwira aktif TNI/Polri dalam jabatan sipil merupakan bentuk pembangkangan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan,” kata peneliti KontraS, Rozy Brilian dalam konferensi pers daring.
Ia menilai penunjukan ini akan membuka potensi malaadministrasi berupa penyalahgunaan wewenang dan prosedur pembuatan kebijakan yang bermasalah.
“Potensi malaadministrasi ini dikhawatirkan akan bergerak lebih dalam lagi ke ranah sipil apabila terus dibiarkan,” ujar Rozy.
Rozy mengatakan penempatan TNI/Polri di posisi penjabat Kepala Daerah melanggar sejumlah ketentuan, mulai dari UU TNI, UU Polri, UU ASN, dan UU Pemilihan Kepala Daerah.
“Mengatur dengan sangat jelas dan tegas bahwa perwira aktif harus mengundurkan diri terlebih dahulu sebelum dapat menduduki jabatan lain di sektor yang telah ditentukan,” katanya.
Merujuk pada Pasal 201 Ayat (10) dan (11) UU No. 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) menyebutkan bahwa yang berhak menjadi Pj kepala daerah adalah pejabat pimpinan tinggi madya untuk jabatan gubernur dan pejabat pimpinan tinggi pratama untuk jabatan bupati/wali kota.