“Dengan jaminan kebebasan berkomunikasi itu upaya-upaya perundingan bisa dilakukan. Bagaimana mereka mau berunding kalau mereka enggak boleh berkomunikasi dengan tokoh-tokoh politik yang lain yang ada di tempat lain, termasuk yang ada di Jogja,” urainya.
Melalui dokumen itu pula, klaim Van Roijen yang menyebut Indonesia hanya tersisa petingginya saja bisa ditepis. Eksistensi Indonesia mulai terangkat lagi.
“Diplomasi-diplomasi ini memerlukan dukungan militer. Untuk menunjukkan eksistensi Indonesia itu tidak hanya secara politik tetapi harus secara militer.
“Di sinilah kuncinya, kemudian di Yogya bergerak. Sri Sultan HB IX mulai melancarkan ide-ide mengenai Serangan Umum 1 Maret,” sambung dia memungkasi.
Senada, Sejarawan dari UGM Julianto Ibrahim menambahkan peran Sukarno, Hatta, dan para menteri lebih ke pemantik awal peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Berkat dokumen dari merekalah keberadaan Indonesia tak hilang sepenuhnya sebelum adanya pergerakan di Kota Yogyakarta.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR Fadli Zon menilai tak ada peran Sukarno dan Hatta dalam Serangan Umum 1 Maret lantaran masih ditawan di Menumbing, Bangka Belitung.