Misalnya soal money politics atau politik berbiaya tinggi, maka yang diperkuat lembaga pengawasannya. “Memang ada jaminan kalau dipilih oleh MPR RI pasti akan bersih dari money politics?” ungkapnya.
Kemudian jika pemilihan umum langsung dianggap membuat keadaan jadi panas seperti Pilpres 2014, tinggal president threshold-nya yang dikurangi. Sehingga bisa muncul banyak calon Presiden.
“Satu jenis pemilu saja sudah buat panas apalagi dua jenis pemilu digabung. Jadi kami Demokrat menolak mengembalikan kedaulatan rakyat memilih Presiden ini ke tangan MPR. Kalau ada kekurangan mari kita perbaiki,” terang Jansen Sitindaon.
Sebelumnya, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menjelaskan aspirasi kiai NU soal pemilihan presiden dan wakil presiden. Menurutnya, jika menimbang dan melihat mudharat dan manfaat pilpres langsung itu berbiaya tinggi. Terutama biaya sosial ada konflik yang sangat mengkhawatirkan dan mengancam.
Said Aqil mencontohkan seperti kejadian sewaktu Pemilu Serentak 2019 lalu. “Keadaan kita ini mendidih, panas, sangat-sangat mengkhawatirkan. Apakah setiap lima tahun harus seperti itu,” kata Said Aqil.
Said Aqil mengatakan, para kiai dan ulama saat Munas di Pondok Pesantren Kempek Cirebon pada 2012, berpikir mengusulkan pilpres kembali kepada MPR RI demi kuatnya solidaritas persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.