“Seharusnya, sejarah terorisme di Indonesia dicatat dengan perbuatan teror oleh pengikut PKI, baru diikuti oleh pengikut DI/TII yg terjadi setelah pemberontakan PKI Madiun,” kata dia, Senin (6/3/2023).
Selain itu, Arsul dalam disertasi-nya juga mengkritisi sejumlah kasus hukum di Indonesia yang dalam penindakan-nya terdapat perbedaan perlakuan dan proses hukum, padahal sama-sama memenuhi unsur tindak pidana terorisme.
Ia menyampaikan dalam beberapa kasus di Aceh setelah perjanjian Helsinki, penegak hukum menerapkan UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Akan tetapi, dalam kasus-kasus yang sama-sama memenuhi unsur terorisme di Papua, UU Terorisme ini tidak diterapkan dan para pelakunya hanya dikenakan tindak pidana umum dalam KUHP.
Arsul mengkritisi pula keraguan Pemerintah dan jajaran penegak hukum untuk mempergunakan UU Terorisme terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua, padahal Pemerintah telah memberi label kelompok ini sebagai kelompok separatis-teroris (KST) sejak pertengahan tahun 2021.