Partaiku.id – Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), Willy Aditya, membeberkan sejumlah isu krusial terkait draf beleid tersebut.
Pertama, mengenai split model, yakni pembagian pengaturan terkait PRT yang direkrut secara langsung oleh pengguna jasa dan yang direkrut secara tidak langsung atau melalui penyalur.
“Ini yang menjadi titik krusialnya di mana hasil dari beberapa kali proses penyusunan draf ini, masukan dari teman-teman pakar, Indonesia cukup berbeda dengan negara-negara industrialis,” ujar Willy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3).
Legislator NasDem itu menerangkan, di negara industrialis, pekerja yang bekerja di sektor domestik mendapat hak yang setara dengan pekerja formal. Sedangkan di Indonesia, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum mengakui adanya domestic/social worker.
“Hanya orang yang bekerja di sektor barang dan jasa yang dipandang sebagai pekerja,” imbuhnya.
Isu krusial kedua terkait penyalur PRT. DPR mengusulkan penyalur tidak lagi berbentuk yayasan, tapi berbentuk badan usaha yang berbadan hukum.
“Levelnya pun diturunkan dari provinsi menjadi kabupaten/kota untuk perizinan dan pengawasannya. Di mana bisa sedini mungkin, secermat mungkin untuk menghindari human trafficking,” ujarnya.